Cara Mendeskripsikan Perilaku Manusia Melalui Dialog Naskah Drama

Posted on

Perilaku tokoh dalam naskah drama tercermin dari dialog atau disertakan dalam bentuk keterangan lakuan. Keterangan lakuan mendeskripsikan perilaku tokoh. Dalam naskah drama ditulis di antara tanda kurung dan biasanya dicetak miring.

watak tokoh

Setiap orang mempunyai watak yang spesifik, yang berbeda antara manusia yang satu dan manusia yang lainnya. Demikian juga watak tokoh dalam drama. Sesuai dengan perannya masing-masing, ada tokoh yang berwatak sabar, berbelas kasihan, tekun, rajin, ramah, sopan, beriaku jujur, dan rendah hati. Ada pula tokoh yang berwatak sombong, keras kepala, egois, culas, tidakteliti, mau menang sendiri, suka bertindak gegabah, cenderung menyalahkan orang lain, dan tidak bertanggungjawab.

Watak seorang tokoh dapat dilihat dari dimensi fisiologis (keadaan fisik), seperti umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, raut muka, postur tubuh, jangkung (atletis) atau pendek gemuk (sanguinis), jenis rambut; dimensi psikologis (kondisi kejiwaan atau ciri kepribadian); dan dimensi sosiologis (status sosial seorang tokoh), seperti guru, pejabat, direktur, buruh, orang kaya atau miskin, petani, nelayan, tukang becak. Pemberian watak para tokoh dapat dilakukan secara langsung (analitik), dapat juga secara tidak langsung (dramatik), atau kontekstual.

Simaklah penggalan drama dibawah ini!

Petang di Taman
Karya: Iwan Simatupang

Pelaku:
Orang tua (OT)
Laki-laki separuh baya (LSB)
Penjual balon (PB)
Wanita (W)

Di sebuah taman, dengan beberapa bangku, OT masuk, batuk-batuk, duduk di bangku. Masuk LSB, duduk di bangku.

LSB : “Mau hujan.”

OT : “Apa?”

LSB : “Hari mau hujan. Langit mendung.”

OT : “Bukan. Musim kemarau.”

OT : “Di musim kemarau hujan takturun,”

 LSB : “Katasiapa?”

(bunyi guruh)

OT : “Ini bulan apa?”

LSB : “Entah.”

OT : “Kalau begitu saya benar. Ini musim hujan.”

LSB : “Bulan apa kini rupanya?”

OT : “Entah.”

 LSB : “Kalau begitu saya benar. Ini musim kemarau.”

OT : “Tidak, tidak! Yang lebih muda mesti tahu menghormati yang lebih tua. Ini musim kemarau.”

LSB : “Tidak, tidak! Yang lebih tua mesti tahu menghormati yang lebih muda. Ini musim hujan.”

(Terdengarbunyi guruh)

OT : “Kita sama-sama salah.”

LSB : “Maksudmu, bukan musim hujan dan bukan pula musim kemarau?”

OT : “Habis, mau apa lagi.”

LSB : “Beginilah, kalau kita terlalu memuja hormat.”

OT : “Maumu bagaimana?”

LSB : “Lantas?”

OT : “Akan lebih jelas, musim apa sebenarnya kini.”

LSB : “Dan kalau sudah bertambah jelas?”

OT : (Diam)

LSB : (Merenung) “Dan kalau segala-galanya sudah bertambah jelas, maka kita pun sudah saling bengkak-bengkak karena barusan saja telah cakar-cakaran dan siapa tahu salah seorang dari kita cidera dalam cakar-cakaran itu atau keduanya dari kita. Dan ini semua hanya oleh karena kita telah mencoba mengambil sikap yang agak keras terhadap sesama kita (tiba-tiba marah). Bah, masa bodoh dengan musim! Dengan segala musim.”

(Bunyi guruh. Tak berapa lama kemudian, masukPB. Balon-balonnya beraneka warna).

Of  :  (Kepada PB) “Silakan duduk.”

PB   :  (Bimbang, masih saja berdiri)

Of  :   “Ayo, silakan duduk!” (menepi di bangku)

LSB : “Tentu saja dia menjadi ragu-ragu karena Bapak buat.”

OT : “Kenapa?”

LSB : “Pakai silakan segala! Ini ‘kan taman?” (tiba-tiba marah) “Dia duduk kalau dia mau duduk. Dan dia tidak duduk kalau dia memang tak mau duduk. Habis perkara! Bah!” [melihat dengan geramnya kepada PB)

PB : (Duduk)

LSB : (Masih marah) “Mengapa kau duduk?”

PB : “Eh … saya mau duduk.”

OT : (Tiba-tiba tertawa terpingkal-pingkaf)

LSB : (Sangat marah) “Mengapa Bapak tertawa?”

OT : (Dalam tawa) “Karena … saya mau tertawa ” (terbahak-bahak)

(Bunyi guruh. Berembus angin. Balon-balon kena embus. Semua mau terlepas. Cepat PB dan LSB bergumul. Balon-balon lainnya kini lepas semua dari tangan PB, terbang ke udara. Sebuah balon itu dapat tertangkap oleh OT, yang kemudian bermain-main gembira, kekanak- kanakan dengannya.)

LSB : (Lepas dari pergulatan dengan PB, ia berdiri, napasnya satu-satu)

PB : (Duduk di tanah, menangis)

OT : (Masih dengan gembira ia bermain dengan balon tadi)

LSB : (Kepada PB) “Mengapa kau menangis?”

PB : (Takmenyahut, terns duduk ditariah, menangis)

LSB : (TimbuL marahnya) “Hei! Mengapa kau menangis?”OT : (Sambil bermain-main terus dengan balon) “Karena dia memang mau menangis.” (Tiba-tiba) “Bukan! Bukan karena itu!”

OT dan LSB: (Tercengang)

LSB : “Kalau begitu, kamu menangis karena apa?”

PB : “Karena balon-balon saya terbang.”

OT : (Mengerti) “Ooo! Dia pedagang yang merasa dirugikan.”

LS B : “Ooo, itu!” (Merogoh dompetnya dari saku belakangnya. Dia mengeluarkan uang dua puluh ribuan.) “Nah, ini sekadar pengganti kerugianmu.”

PB : (Berdin) “tidak!” (Duduk di bangku) “Lari dan tinggalkan aku sendiri.” (Tangisnya menjadi) “Saya tidak mau dibayar.”

OT dan LSB: (Serempak) “Tidak mau?”

PB : (Menggelengkan kepalanya)

LSB : “Mengapa?”

PB : “Saya lebih suka balon.”

LSB : (Takmengerti) “Tapi, kau ‘kan penjualnya?”

PB : “Itu hanya alasan saya saja untuk dapat memegang-megang balon. Saya pecinta balon.”

LSB : “Apa-apaan ini?”

OT : “Mengapa merasa aneh? Dia pecinta balon, titik. Seperti juga orang lain pecinta harmonika, pecinta mobil balap. Apa yang aneh dari ini semuanya?”

LSB : (Masih belum habis herannya) “Jadi, kau sebenarnya bukan penjual balon?” (Kepada PB) “Ini, terimalah balonmu kembali!”

PB : “Tidak, Bapak pegang sajalah terus.”

OT : (Heran) “Saya pegang terUs?”

PB : “Karena saya lihat bahwa Bapak juga menyukainya. Saya suka melihat orang yang suka.”

OT : (Tertawa kecil) “Ah, ini bukan lagi kesukaan namanya, tapi kenangan. Kenangan kepada dulu. Tidak Nak, sebaiknya kau sudi menerima kembali balonmu ini.”

PB : “Saya tak sudi dan tak berhak menerima kenangan orang.” (Menolak balon) (Masuk W, mendorong kereta orok)

W : (Menggapai ke arah balon) “Berilah kepada saya kalau tak seorang yang menghendakinya.”

OT : (Tiba-tiba memecahkan balon itu, lalu melihat geli kepada W)

LSB : {Sangat marah) “Mengapa Bapak pecahkan?”

OT : “Karena saya mau memecahkannya. Jelas?” (Tertawa)

LSB : “Orang tuajahat!” (Menerkam OT)

W : (Melerai) “Sudah, sudah! Jangan berkelahi hanya karena itu. Bukan itu maksud saya tadi dengan meminta balon itu.”

………………………………..

Dari Contoh penggalan Drama diatas  kalian dapat menyimpulkan sendiri Deskripsi dari masing-masing watak para pemain yang diperankan.

Demikian penjelasan yang bisa kami sampaikan tentang Mendeskripsikan Perilaku Manusia Melalui Dialog Naskah Drama. Semoga postingan ini bermanfaat bagi pembaca dan bisa dijadikan sumber literatur untuk mengerjakan tugas. Sampai jumpa pada postingan selanjutnya.


Baca postingan selanjutnya: