Terbentuknya Kerajaan Sriwijaya Dan Kerajaan Holing Di Indonesia

Posted on

Sejarah Singkat Terbentuknya Kerajaan Sriwijaya Dan Kerajaan Holing Di Indonesia – Salah satu bentuk akulturasi kebudayaan Hindu-Buddha dengan kebudayaan bangsa Indonesia adalah lahirnya pemerintahan berbentuk kerajaan (Hindu/Buddha). Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang diperintah secara turun temurun. Berikut ini contoh kerajaan yang dimaksud.

Kerajaan Sriwijaya

 

George Coedes menulis karangan berjudul “Le Royaume de Crivi” pada tahun 1918. Di dalam karyanya itu, Coedes menetapkan bahwa Sriwijaya adalah kerajaan di Sumatra Selatan dengan Ibu Kota Palembang, yaitu tepatnya berada di tepi Sungai Musi atau sekitar kota Palembang sekarang. Wilayahnya meliputi Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa bagian barat, Bangka, Jambi Hulu dan mungkin Jawa Barat (Tarumanegara) Semenanjung Malaya hingga ke tanah Genting Kra.

Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak agama Buddha. Raja yang paling terkenal adalah Raja Balaputradewa. Beberapa faktor yang mendorong perkembangan Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan besar, antara lain kemajuan kegiatan perdagangan antara jndja dan Cina melintasi selat Malaka sehingga membawaJsguntungarLyang besar bagi Sriwijaya. Faktor lain adalah keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akitJarTserangan Kerajaan Kamboja memberikan kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim (sarwajala) yang selama abad ke-6 dipegang oleh Kerajaan Funan.

Berdasarkan berita dari / Tsing ini dapat kita ketahui bahwa selama tahun 690 sampai 692, Kerajaan Melayu sudah dikuasai oleh Sriwijaya. Sekitar tahun 690 Sriwijaya telah meluaskan wilayahnya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Hal ini juga diperkuat oleh lima buah prasasti dari Kerajaan Sriwijaya yang kesemuanya ditulis dalam huruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti tersebut adalah Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuo, Prasasti Kota Kapur, Prasasti Telaga Batu, Prasasti Karang Birahi, dan Prasasti Ligor.

Selain peninggalan berupa prasasti, terdapat peninggalan berupa candi. Candi- candi Buddha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatra, antara lain Candi Muaro Jambi, Candi Muara Takus, dan Biaro Bahai, akan tetapi tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu andesit, candi di Sumatra terbuat dari bata merah.

Beberapa area-area bersifat Buddhisme juga ditemukan, seperti berbagai Area Buddha dan Bodhisatwa Awalokiteswara ditemukan di Bukit Siguntang, Palembang, Jambi, Bidor, Perak dan Chaiya. Pada masa pemerintahan Balaputradewa Sriwijaya menjadi pusat perdagangan sekaligus pusat pengajaran agama Buddha. Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Misalnya, pendeta dari Cina I Tsing yang melakukan kunjungan ke Sumatra dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India pada tahun 671 dan 695. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Pengunjung yang datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di pesisir kerajaan. Selain itu, ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana juga turut berkembang di Sriwijaya.

Letak Sriwijaya strategis membawa keberuntungan dan kemakmuran, Walaupun demikian, letaknya yang strategis juga dapat mengundang bangsa lain menyerang Sriwijaya. Beberapa faktor penyebab kemunduran dan keruntuhan, antara lain adanya serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M; adanya serangan dari Kerajaan Colamandala yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa; pengiriman Ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara 1275-1292; muncul dan berkembangnya Kerajaan Islam Samudra Pasai; adanya serangan Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada (1477) sehingga Sriwijaya menjadi taklukkan Majapahit.

Kerajaan Holing

 

Kira-kira pertengahan abad ke-7 di Jawa Tengah muncul Kerajaan Kalingga (Ho-ling). Menurut berita dari Cina pada masa Dinasti Tang, Kalingga sebelumnya dikenal dengan nama Jawa (She-po). Kalingga letaknya di lautan selatan. Batas-batas Kerajaan Kalingga, yaitu di sebelah timur Bali (Po-li), di sebelah barat To-po-teng (suatu tempat di Sumatra), di selatan berupa lautan, dan di utara berupa Kerajaan Chen-la di Kamboja.

Kerajaan Kalingga cukup kaya karena tanahnya sangat subur. Rakyatnya pun hidup i makmur, tenteram, dan damai. Kota-kota dikelilingi pagar-pagar kayu. Raja tinggal di dalam sebuah bangunan besar dan bertingkat yang beratap daun palem. Kegiatan ekonomi masyarakat di antaranya menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah. Di Kalingga terdapat juga sumber air asin, mungkin dimanfaatkan untuk membuat garam. Berkat kondisi itu, masyarakat Kalingga memperhatikan pentingnya pendidikan. Buktinya, Kalingga sudah mengenal ilmu tulisan dan juga ilmu perbintangan.

Pada tahun 647 Masehi Kerajaan Kalingga diperintah oleh seorang ratu yang [ bernama Ratu Sima. Pemerintahannya terkenal sangat tegas dan beriandaskan pada kejujuran serta keadilan. Tidak ada seseorang pun yang berani melanggar hak dan kewajiban. Berita keadaan Kalingga itu sampai juga kepada orang-orang Arab yang ! dikenal dengan sebutan Ta-shih. Raja Ta-shih lantas mengirim pundi-pundi berisi emas dan diletakkan di tengah jalan. Ternyata, setiap orang yang melewatinya menyingkir dan tak ada orang yang pernah berniat mengambilnya.

Demikianlah selama tiga tahun pundi-pundi tersebut tidak ada yang berani menyentuhnya. Rakyat sangat tahu apa yang akan dideritanya apabila menyentuh pundi-pundi tersebut. Pada suatu hari ketika tanpa disengaja karena kecelakaan, putra mahkota Kerajaan Kalingga menginjak pundi-pundi tersebut. Ratu Sima amat rnarah dan | memerintahkan hukuman mati bagi putra mahkota itu. Akan tetapi, atas permohonan | para menteri, akhirnya Ratu hanya memotong jari-jari kaki putra mahkota. Tindakan Ratu l Sima ini merupakan peringatan bagi seluruh penduduk Kerajaan bahwa hukum yang telah ditegakkan itu berlaku bagi semua orang di Kerajaan Kalingga, tidak terkecuali putra mahkota. Mendengar hal itu, Raja Ta-shih takut dan mengurungkan niatnya untuk menyerang Kerajaan Kalingga.

Demikian penjelasan yang bisa kami sampaikan tentang Terbentuknya Kerajaan Sriwijaya Dan Kerajaan Holing Di Indonesia. Semoga postingan ini bermanfaat bagi pembaca dan bisa dijadikan sumber literatur untuk mengerjakan tugas. Sampai jumpa pada postingan selanjutnya.