Pengertian Sanering, Dampak, Kelemahan dan Contoh Sanering di Indonesia Lengkap

Posted on

Pengertian Sanering, Dampak, Kelemahan dan Contoh Sanering di Indonesia Lengkap – Sanering adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun. Sanering ini diartikan juga sebagai devaluasi.

Sanering ini merupakan suatu kebijakan pemerintah untuk menurunkan milai mata uang dengan tujuan agar daya beli masyarakat menurun. Sanering sering kali disamakan dengan redenominasi, padahal keduanya memiliki maksud yang berbeda.

Redenominasi dimaksudkan untuk menyederhanakan mata uang misalnya Rp100.000 menjadi Rp 100 dan tidak mengurangi nilainya dengan kata lain keduanya masih dianggap sama. Sedangkan kebijakan sanering dibuat untuk memotong nilai uang sehingga daya beli masyarakat menurun karena secara otomatis kekayaan akan menurun. Kebijakan sanering di Indonesia pernah dilakukan beberapa kali dengan tujuan untuk mengatasi perekonomian yang tidak sehat diantaranya pada 30 Maret 1950, 24 Agustus 1959, dan 1966 (sebenarnya redenominasi, tetapi gagal).

Dampak Sanering Pada Perekonomian

Seharusnya kebijakan sanering ini dibuat untuk memperbaiki perekonomian masyarakat dan menekan laju inflasi. Akan tetapi, tetapi dalam sejarah Indonesia tahun 1959 pernah terjadi kekacauan perekonomian akibat adanya kebijakan sanering dari pemerintahan Ir. Soekarno.

Singkatnya, berdasarkan UU No 2 Prp. Th. 1959 mengatur tentang keputusan pemerintah untuk menerbitkan kebijakan sanering pada 25 Agustus 1959. Pemerintahan Ir. Soekarno memutuskan untuk menurunkan nilai uang Rp500 (uang bergambar macan) dan uang Rp 1.000 (uang bergambar gajah) menjadi 10% yaitu Rp 50 dan Rp 100.

Tujuan munculnya kebijakan ini yaitu untuk menekan laju inflasi yang terus berlangsung hingga tahun 1960-an. Akan tetapi, zaman dulu sistem informasi belum semudah kini, sehingga pada hari pertama pengumuman kebijakan tersebut tidak tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia.

Akibatnya masyarakat yang sudah mengetahui informasi tersebut berlomba-lomba untuk membelanjakan uang macan dan uang gajah secara serentak. Hampir semua toko sembako, pedagang hewan ternak dan lainnya diserbu masyarakat untuk membelanjakan kedua jenis uang tersebut.

Tentu hal tersebut merupakan bentuk kepanikan masyarakat dan menyebabkan kerugian besar bagi pelaku bisnis. Saat itu perekonomian masyarakat Indonesia sangat kacau karena mereka tidak mau memiliki uang gajah dan macan yang nilainya menjadi turun.

Parahnya, kebijakan sanering tersebut justru meningkatkan beban pemerintah dan semakin menguatkan inflasi. Pada tahun 1961 pemerintah mengalami defisit hingga 29,7% dan pada 1965 terus menurun hingga 63,4%.

Kelemahan Kebijakan Sanering

Saat ini, kemungkinan adanya kebijakan sanering memang sangat kecil tapi sebagai pebisnis, kalian perlu waspada dan terus mengawasi perkembangan perekonomian Indonesia.

Adapun beberapa kelemahan dan dampak sanering yang terjadi pada perekonomian negara, diantaranya yaitu:

  • Pembangunan ekonomi nasional menjadi terlantar.
  • Nilai mata uang Rupiah menurun terhadap mata uang asing.
  • Terjadi penurunan daya beli masyarakat sehingga kerugian meningkat.
  • Masyarakat Indonesia mengalami kesulitan ekonomi, terutama masyarakat kecil.

Sanering pada tahun 1959 bertujuan untuk menekan daya beli masyarakat, tapi justru merugikan pelaku bisnis. Maka disarankan para pengusaha harus selalu update informasi jika sewaktu-waktu ada kebijakan pemerintah terkait mata uang seperti sanering yang merugikan.

Contoh Kasus Sanering di Indonesia

Berikut kebijakan sanering yang pernah terjadi di Indonesia, diantaranya yaitu:

Sanering Tahun 1950

Pada tanggal 19 Maret 1950, kebijakan sanering pertama kali dilakukan pemerintah Indonesia. Kebijakan sanering pada saat itu dikenal dengan sebutan “gunting Syarifudin” dimana uang kertas benar-benar digunting menjadi dua, baik secara fisiknya maupun nilainya.

Uang kertas yang digunting yaitu pecahan Rp 5 yang secara fisik digunting dimana hanya bagian kiri nilainya Rp2,5. Sedangkan bagian kanan uang kertas tersebut tidak ada lagi nilainya.

Sanering Tahun 1959

Pada tanggal 25 Agustus 1959, kebijakan sanering kedua diberlakukan. Pada saat itu uang pecahan Rp 1000 (dijuluki gajah) menjadi Rp 100, dan pecahan Rp 500 (dijuluki Macam) menjadi Rp 50.

Sanering Tahun 1965

Pada tanggal 13 Desember 1965 kembali dibuat kebijakan sanering ketiga. Pada saat itu, pecahan Rp1000 berubah nilainya menjadi Rp 1 (uang baru).

Demikian artikel pembahasan tentang “Pengertian Sanering, Dampak, Kelemahan dan Contoh Sanering di Indonesia Lengkap“, semoga bermanfaat dan jangan lupa ikuti postingan kami berikutnya.